TENTANGKALTENG.ID, PALANGKA RAYA – Suasana di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Tengah terlihat berbeda pada Selasa, 28 Mei 2025. Tim dari Dewan Perwakilan Daerah Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (DPD Arun) hadir dengan satu tujuan: memberikan dukungan hukum bagi 32 warga Kabupaten Seruyan yang tengah berhadapan dengan proses hukum atas dugaan penjarahan kebun kelapa sawit milik PT Agro Karya Prima Lestari (AKPL).
Konflik antara masyarakat dan perusahaan sawit itu bukan cerita baru. Namun, langkah DPD Arun menandai eskalasi baru: dorongan kuat untuk mencari penyelesaian melalui jalur keadilan restoratif.
Ketua DPD Arun, Apriel H Napitupulu, menyebut bahwa keberadaan PT AKPL di Seruyan selama dua dekade lebih menyisakan pekerjaan rumah besar terkait amanah undang-undang soal kebun plasma.
“Kami hadir sebagai titik tengah untuk memutus rantai konflik yang sudah berkepanjangan. PT AKPL sendiri itu kurang lebih 21 tahun sudah berada di Seruyan namun yang kami ketahui berdasarkan data yang kami dapatkan 20% plasma yaitu adalah amanah undang-undang belum dilaksanakan oleh PT AKPL,” kata Apriel kepada awak media, Rabu, 28 Mei 2025.
Tak hanya mengandalkan langkah lokal, DPD Arun bahkan telah membangun komunikasi dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan anggota Komisi III DPR RI. Mereka akan mengajukan perkara ini ke Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), berharap solusi yang lebih adil bisa dirumuskan bersama.
Pihak tim hukum Arun juga menegaskan bahwa 27 dari 32 warga dituduh melanggar Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan. Namun mereka menilai pendekatan hukum sebaiknya tidak semata represif.
“Sudah kami tandatangani surat kuasa. Kami akan dampingi penuh warga dari proses penyidikan hingga pengadilan. Harapan kami ada ruang untuk restorative justice atau bahkan pembebasan,” ujar Kariswan, pengurus DPD Arun.
Dukungan pun datang dari tokoh hukum nasional Hendarsam Marantoko, yang kini turut memperkuat tim pendampingan hukum. Langkah ini dianggap penting mengingat posisi masyarakat yang sering kali inferior dalam konflik agraria dengan korporasi besar.
Menanggapi label “operasi preman” yang muncul di sejumlah media, Apriel mengingatkan pentingnya pendekatan yang mengedepankan musyawarah.
“Yang ditangkap ini rata-rata adalah tulang punggung keluarga. Kita ingin egosentris baik dari masyarakat maupun perusahaan diturunkan. Mari kembali pada prinsip musyawarah,” tegasnya.
Tak berhenti di situ, DPD Arun dan DPP pusat segera akan melayangkan surat kepada Kapolda Kalteng dan direktorat terkait, meminta pertimbangan untuk penangguhan penahanan serta kemungkinan mediasi.
Senada dengan itu, tim kuasa hukum lainnya, Daniel Olan, menyampaikan bahwa mereka kini diperkuat oleh dukungan dari pusat.
“Dari tim kita juga sudah diperkuat dari Pak Hendarsam dari pusat. Kita akan mengupayakan supaya mereka tersebut bisa di restorastif justice,” tutupnya.
Meski kondisi para tersangka disebut baik, kabar terbaru menyebut lima orang tambahan kembali ditahan, menambah jumlah tersangka. DPD Arun menegaskan bahwa penentuan bersalah atau tidak tetap menjadi kewenangan hakim, bukan opini publik.
Reporter: Nurul Hidayah
Editor: Aris Kurnia Hikmawan