TENTANGKALTENG.ID, BARITO UTARA — Anggota DPRD Barito Utara, Hasrat, menyoroti langkah PT. Nusa Persada Resources (NPR) yang menitipkan uang kompensasi lahan masyarakat kepada Kepala Desa. Menurutnya, tindakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Hasrat menjelaskan, praktik itu tidak hanya menyalahi etika administrasi publik, tetapi juga berpotensi melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan di bidang pertanahan, pengadaan lahan, dan pengelolaan keuangan desa.
“Kami menemukan bahwa PT. NPR telah menyalurkan dana kompensasi dengan menitipkannya kepada Kepala Desa, sementara status lahan yang dikompensasi masih bermasalah. Ada titik-titik yang tumpang-tindih kepemilikan, dan harga ganti rugi pun belum disepakati secara resmi antara perusahaan dan masyarakat pemilik hak,” ujar Hasrat, pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Ia menilai langkah tersebut sebagai bentuk maladministrasi dan penyimpangan prosedural, sebab kompensasi atau ganti rugi hanya dapat dibayarkan kepada pihak yang memiliki hak sah, bukan melalui perantara pemerintahan desa.
Hal itu, lanjutnya, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang mewajibkan pembayaran kompensasi dilakukan setelah verifikasi kepemilikan dan penetapan nilai yang disepakati bersama.
Selain itu, peraturan dalam konteks keuangan desa—yakni Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 dan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014—menegaskan bahwa setiap penerimaan dan pengeluaran desa harus memiliki dasar hukum yang sah dan tercatat dalam APBDes.
“Menitipkan uang kompensasi kepada Kepala Desa bukan hanya pelanggaran prosedur administratif, tetapi juga membuka peluang penyalahgunaan wewenang. Apalagi ketika status kepemilikan lahan masih belum jelas dan belum ada kesepakatan nilai. Hal semacam ini berpotensi menimbulkan persoalan hukum serius di kemudian hari,” tegas Hasrat.
Politisi yang dikenal vokal dalam isu tata kelola sumber daya alam ini menambahkan, langkah PT. NPR justru berpotensi menimbulkan konflik horizontal di masyarakat, sebab sebagian besar lahan masih dalam sengketa kepemilikan.
Penyaluran dana tanpa transparansi dan dasar hukum yang jelas, kata Hasrat, dapat memicu ketegangan sosial, memperlemah kepercayaan warga terhadap pemerintah desa, serta mencoreng citra perusahaan.
“PT. NPR seharusnya memahami bahwa membangun kepercayaan publik jauh lebih penting daripada tergesa-gesa membayar kompensasi yang belum jelas dasar hukumnya. Pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat,” ujarnya.
DPRD Barito Utara, lanjut Hasrat, akan mengambil langkah pengawasan tegas terhadap praktik ini. Ia mendesak Pemerintah Kabupaten Barito Utara melalui Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Inspektorat Daerah untuk segera melakukan evaluasi dan verifikasi lapangan atas tindakan PT. NPR.
“Kami meminta agar mekanisme pembayaran kompensasi yang melibatkan Kepala Desa segera dihentikan. Perusahaan wajib menyalurkan kompensasi secara langsung kepada masyarakat pemilik lahan yang sah, berdasarkan hasil verifikasi kepemilikan yang sah menurut hukum,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, apabila perusahaan tetap melanjutkan mekanisme penitipan dana melalui Kepala Desa, DPRD akan merekomendasikan evaluasi terhadap izin perusahaan dan meminta aparat penegak hukum menindaklanjuti dugaan pelanggaran administrasi maupun hukum yang mungkin terjadi.
Menurut Hasrat, terdapat tiga konsekuensi serius jika praktik ini terus dibiarkan. Pertama, perusahaan dapat dianggap tidak patuh terhadap hukum dan berisiko mendapat sanksi administratif hingga pencabutan izin. Kedua, Kepala Desa yang menerima dana titipan di luar mekanisme resmi dapat dikenai sanksi atas penyalahgunaan kewenangan. Ketiga, masyarakat pemilik lahan bisa kehilangan kepastian hak kompensasi dan menjadi korban konflik sosial serta ketidakjelasan hukum.
“Kami tidak ingin masyarakat menjadi korban dari praktik yang mengaburkan tanggung jawab hukum. Semua pihak harus menghormati aturan agar keadilan dan kepercayaan publik tetap terjaga,” tegasnya.
Hasrat menegaskan bahwa kompensasi lahan adalah hak masyarakat yang tidak boleh diwakilkan, dititipkan, atau dimediasi tanpa dasar hukum yang jelas. Ia memastikan DPRD Barito Utara akan terus mengawal agar seluruh kegiatan investasi dan pertambangan berjalan sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan supremasi hukum.
“Kita tidak menolak investasi, tetapi kita menolak segala bentuk penyimpangan hukum. Pembangunan harus berpihak kepada rakyat, bukan malah menempatkan rakyat sebagai pihak yang dikorbankan,” pungkas Hasrat.
Reporter: Nurul Hidayah
Editor: Aris Kurnia Hikmawan