Dugaan Politik Gentong Babi dan Politisasi Bansos di Pilkada Kalteng 2024

Aris Kurnia Hikmawan

15 October 2024, 04:01 WIB

Bagikan

Keterangan Foto: Ilustrasi kampanye politik gentong babi oleh pejabat di tengah aksi protes masyarakat (Editing: tentangkalteng.id)

TENTANGKALTENG.ID, PALANGKA RAYA – Situasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kalimantan Tengah (Kalteng) tahun 2024 kali ini semakin memanas. Hal ini terjadi usai kontestasi politik 5 tahunan itu menjadi sorotan banyak pihak karena diduga adanya penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan politik kelompok tertentu.

Dalam laporan yang dilayangkan oleh Sukarlan Fachrie Doemas, warga asal Kabupaten Kapuas, didampingi kuasa hukumnya, Rahmadi G. Lentam, sejumlah pejabat dan calon kepala daerah, termasuk Gubernur Kalteng, H. Sugianto Sabran, dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalteng pada Kamis, 3 Oktober 2024.

Kasus ini mendapat perhatian serius dari banyak pihak karena adanya peningkatan luar biasa dalam anggaran bansos menjelang pilkada. Rahmadi menyatakan bahwa bansos yang diberikan pada tahun 2024 mencapai 219,9 miliar, jauh melampaui jumlah bansos pada tahun-tahun sebelumnya, yang mana anggaran bansos pada tahun 2022 hanya sekitar 5 miliar dan kemudian naik tidak terlalu signifikan menjadi 8 miliar pada tahun 2023.

Rahmadi menegaskan bahwa peningkatan drastis dalam alokasi bansos ini diduga kuat terkait dengan upaya untuk memenangkan calon tertentu dalam pilkada. “Pelapor menduga adanya penyalahgunaan kewenangan dan program, serta ketidaknetralan ASN maupun pejabat lainnya yang diduga menguntungkan calon kepala daerah tertentu,” jelas Rahmadi pada Ahad, 6 Oktober 2024.

Dugaan ini semakin kuat karena distribusi bansos tersebut melibatkan calon gubernur dan wakil gubernur, serta beberapa calon bupati. Hal ini dinilai sebagai bentuk manipulasi anggaran publik untuk keuntungan politik, terutama dalam masa krusial menjelang pilkada.

Fenomena ini dapat dikaitkan dengan teori politics of pork barrel atau politik gentong babi, di mana anggaran negara digunakan oleh pejabat berkuasa untuk mendanai proyek-proyek tertentu guna mendapatkan dukungan politik. Bansos dalam kasus ini bisa diibaratkan sebagai “gentong babi” yang digunakan untuk mendapatkan suara, mengorbankan kepentingan publik demi ambisi politik. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara nyata, program-program bansos ini dianggap sebagai alat politik yang hanya bertujuan untuk meraih simpati dan dukungan elektoral.

Apa Itu Politik Gentong Babi?

Secara historis, istilah “gentong babi” berasal dari awal abad 17 dan merujuk pada daging babi yang diawetkan dengan cara diasinkan dan dimasukkan ke dalam gentong kayu besar untuk mencegah pembusukan. Tom Wakeford dan Jasber Singh dalam tulisannya yang berjudul “Towards Empowered Participation: Stories and Reflections” (2008) menuliskan bahwa pemilik budak di Amerika Serikat terkadang memberikan daging asin tersebut sebagai upah atau makanan kepada para budak, sehingga hal itu memicu persaingan di antara mereka untuk mendapatkannya.

Lebih lanjut, istilah gentong babi kemudian diadopsi secara metaforis ke dalam dunia politik, di mana para politisi berlomba-lomba untuk mendapatkan dana atau proyek pemerintah yang menguntungkan bagi konstituen mereka. Istilah pork barrel sendiri pertama kali dimunculkan oleh John Arthur Farejohn ketika menyebut fenomena yang terjadi pada anggota kongres di Amerika Serikat. Dalam bukunya berjudul “Pork Barrel Politics: Rivers and Harbors Legislation, 1947-1968” (1974), ia secara tegas menyebut anggota legislatif cenderung memanfaatkan anggaran publik untuk membiayai proyek-proyek lokal yang bisa meningkatkan popularitas mereka di daerah pemilihan. Meskipun proyek tersebut tidak selalu berdampak besar secara nasional, mereka efektif untuk memperkuat hubungan antara legislator dan pemilihnya.

Dalam konteks ini, program-program yang sebenarnya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat dimanfaatkan untuk memperkuat citra politik atau memobilisasi dukungan dalam kontestasi pemilu ataupun pilkada. Bantuan sosial yang seharusnya bersifat netral, disisi lain justru menjadi salah satu alat yang sering digunakan dalam politik gentong babi, terutama di negara-negara dengan sistem politik yang masih rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan kewenangan seperti di Indonesia.

Distribusi Bansos dan Dugaan Praktik Politik Gentong Babi

Salah satu indikator praktik politik gentong babi dalam kasus ini adalah peningkatan drastis anggaran bansos pada tahun 2024, tepat menjelang pelaksanaan pilkada. Dari yang sebelumnya 5 miliar pada tahun 2022 dan 8 miliar lebih pada tahun 2023, bansos di 2024 melonjak menjadi 219,9 miliar. Lonjakan yang sangat fantastis ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan, terlebih situasi dan kondisi sosial di Kalteng dinilai tidak sedemikian darurat sehingga memerlukan anggaran bansos sebesar itu.

Bansos yang diduga disalurkan dengan melibatkan calon-calon kepala daerah dianggap sebagai bentuk penggalangan suara terselubung. Contoh konkret adalah pasar murah yang diadakan di berbagai wilayah dalam beberapa waktu terakhir, yang mana melibatkan beberapa nama calon kepala daerah. Seperti M. Alfian Mawardi, calon Bupati Kapuas, dan Rahmat Hidayat, calon Bupati Kotawaringin Barat, yang secara terang-terangan telah diendorse oleh Gubernur Kalteng, H. Sugianto Sabran, tepatnya pada kegiatan pasar murah dan penyerahan hewan kurban di halaman Masjid Agung, Kabupaten Kotawaringin Barat pada Ahad, 16 Juni 2024.

Program bansos seperti ini memang sah di atas kertas, namun jika ditelusuri lebih dalam, banyak pihak menduga bahwa tujuan politik tersembunyi ada di baliknya. Politik gentong babi seringkali sulit dibuktikan, karena bantuan yang diberikan tampak seperti program pemerintah yang sah untuk membantu masyarakat. Namun, waktu distribusi dan keterlibatan pejabat serta calon kepala daerah di dalamnya lah yang justru menimbulkan kecurigaan akan praktik itu menjadi kuat.

Dugaan Keterlibatan Sugianto Sabran Membantu Sang Kakak

Bukan hanya itu, kakak kandungnya, H. Agustiar Sabran, yang saat ini mencalonkan diri sebagai calon gubernur berpasangan dengan H. Edy Pratowo juga tidak lepas dari beragam kontroversi. Mengusung slogan “Lanjutkan Kalteng Berkah” yang mana merupakan ciri khas dari kepemimpinan sang adik selama dua periode menjadi gubernur, membuat pasangan ini dinilai mendapatkan endorse lebih kencang. Dapat dilihat pada salah satu program yang dinamai Tabungan Beasiswa Berkah atau TABE tahun 2024. Yang mana tersedia kuota beasiswa untuk 13.113 mahasiswa jenjang Diploma III, Diploma IV, dan Strata-1  dengan anggaran cukup besar yaitu senilai 98,3 miliar.

“Syarat khusus untuk program ini mengharuskan pelamar melampirkan surat rekomendasi dari Dewan Adat Dayak (DAD), yang saat ini dipimpin oleh Agustiar Sabran, salah satu calon gubernur Kalteng dan kakak kandung dari petahana, Sugianto Sabran,” ujar Rahmadi pada Jum’at, 4 Oktober 2024.

Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalteng, Siti Nafsiah, dalam pernyataannya beberapa waktu lalu juga sempat menyinggung soal ini. Ia mempertanyakan status rekomendasi dari DAD Kalteng yang dinilai kurang tepat. “Persyaratan dalam juknis harus ada rekomendasi dari DAD, sementara yang tau kondisi dan situasi dari penerima bantuan tersebut ialah RT/RW, dan lurah untuk memberikan surat rekomendasi. Sehingga lebih mengetahui layak atau tidaknya penerima bantuan tersebut,” terangnya pada Senin, 25 Maret 2024.

Bawaslu Hentikan Laporan, Upaya Perlawanan Tetap Berjalan

Setelah dilakukan klarifikasi, Bawaslu Kalteng menghentikan laporan tersebut dengan alasan kurangnya bukti. Menurut Nurhalina, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu Kalteng, keputusan ini diambil setelah rapat pleno Bawaslu pada Rabu, 9 Oktober 2024. 

Meski begitu, Rahmadi G. Lentam menyatakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan langkah selanjutnya, termasuk melanjutkan laporan ini ke Bawaslu RI atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Langkah ini akan diambil jika pihaknya menemukan bahwa ada aspek-aspek penting yang tidak diakomodir dengan baik dalam proses penyelidikan Bawaslu Kalteng.

“Kemungkinan kami akan melanjutkan laporan ke Bawaslu RI atau mengajukan kembali ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) karena ada beberapa hal yang kami nilai tidak tepat,” ujarnya pada Jum’at, 11 Oktober 2024.

Menurutnya, laporan yang dilayangkan oleh kliennya tersebut seharusnya ditindaklanjuti dengan jalur rekomendasi, bukan dihentikan begitu cepat tanpa memperhatikan secara menyeluruh bukti yang ada. Rahmadi juga mengkritik Bawaslu yang tidak memberi kesempatan kepada pelapor untuk melengkapi kekurangan dalam waktu satu hari setelah kajian dilakukan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bawaslu (Perbawaslu), sebelum memutuskan laporan secara resmi dihentikan.

Terlepas dari keputusan Bawaslu yang dinilai kontroversial, kasus ini memunculkan perdebatan panjang tentang sejauh mana bantuan sosial dapat dimanfaatkan untuk tujuan politik. Praktik politik gentong babi yang sering terjadi di banyak daerah di Indonesia, bukan hanya mengancam integritas pemilu ataupun pilkada, namun juga merusak kepercayaan publik terhadap demokrasi yang sedang tumbuh dan berkembang.

Benarkah Program Pengendalian Inflasi atau Strategi Politik Terselubung?

Plt. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kalteng, Rangga Lesmana, telah membantah tuduhan adanya motif politik di balik program bansos ini. Menurutnya, pasar murah adalah program reguler tahunan yang bertujuan menekan inflasi dan membantu masyarakat menghadapi lonjakan harga bahan pokok. “Program ini terbukti mampu menekan inflasi, sehingga Kalteng memperoleh peringkat keempat terbaik se-Indonesia dalam penanganan inflasi,” kata Rangga pada Sabtu, 5 Oktober 2024.

Namun, pernyataan tersebut belum berhasil memberikan jawaban memuaskan dari pertanyaan besar mengenai alasan mengapa bansos sebesar 219 miliar muncul di bulan-bulan mendekati waktu pelaksanaan pilkada. Selain itu, jika benar bahwa bansos tersebut murni untuk pengendalian inflasi, maka atas dasar argumentasi dan urgensi apa pembagian sembako dilakukan dengan melibatkan calon yang juga berkompetisi di pilkada. Karena secara etika, hal tersebut justru dapat menimbulkan rasa ketidakadilan bagi para kontestan lain yang tidak memiliki akses terhadap kekuasaan dan justru menambah catatan buruk dari penyalahgunaan kekuasaan di tanah air.

Daftar Nama yang Diduga Terlibat dan Telah Dilaporkan

Selain nama-nama di atas, ada sejumlah nama lain yang merupakan pejabat, ASN, dan pejabat perusahaan daerah yang dilaporkan. Berikut daftar lengkapnya:

  1. Sugianto Sabran (Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah)
  2. Edy Pratowo (Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah / Incumbent)
  3. Agustiar Sabran (Calon Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah)
  4. Rahmat Nasution Hamka (Komisaris Non Independent Bank Kalteng)
  5. Yansen A Binti (Direksi PT. Banama Tingang Makmur)
  6. Fitriadi (Komisaris Independent Bank Kalteng)
  7. Muhammad Reza Prabowo (Plt. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah)
  8. Eddy Karusman (Kepala Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah)
  9. Rangga lesmana (Plt. Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Kalimantan Tengah)
  10. Aryawan (Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Kalimantan Tengah)
  11. Vent Christway (Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Tengah)
  12. Primandanu Febriyan Aziz (Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kalimantan Tengah)
  13. Muhammad Alfian Mawardi (Wiraswasta / Calon Bupati Kapuas)
  14. Rahmat Hidayat (Komisaris Independent Bank Kalteng / Calon Bupati Kotawaringin Barat)

Pesan: Masyarakat Harus Lebih Jeli dan Kritis

Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Kalteng dan daerah lainnya di Indonesia untuk lebih jeli dan kritis dalam melihat program-program pemerintah, terutama yang dilakukan menjelang pemilu ataupun pilkada. Meski laporan ini dihentikan oleh Bawaslu, pertanyaan mengenai praktik politik gentong babi tetap relevan. Program bansos, yang seharusnya menjadi alat untuk menolong masyarakat, bisa jadi dimanipulasi menjadi alat politik jika tidak diawasi dengan baik.

Masyarakat dan media perlu terus memantau proses ini, memastikan bahwa dana publik digunakan dengan transparan dan tepat sasaran, bukan sebagai alat politik untuk meraih dukungan dan memenangkan kelompok tertentu dalam pemilu ataupun pilkada.

Reporter: Nurul Hidayah
Editor: Aris Kurnia Hikmawan

Aris Kurnia Hikmawan

Diperbarui 1 November 2024

Bagikan

Rekomendasi

Budy Hermanto Kawal Keluhan ASN Soal Pemotongan TPP

Semarak Malam Palangka Raya di Car Free Night Bersama Delta Band

Pemkab Sukamara Luncurkan Aplikasi SRIKANDI: Wujud Nyata Transformasi Digital Kearsipan

Desa Sungai Pasir Wakili Sukamara dalam Lomba Desa Tingkat Provinsi Kalteng 2025: Wujud Nyata Ketahanan Pangan dan Semangat Gawi Barinjam

Wakil Bupati Sukamara Pimpin Rakor GTRA: Dorong Sinergi Reforma Agraria untuk Keadilan dan Kesejahteraan

Yayasan Perdana Medika Cemerlang Lepas Siswa TK Perdana: Menyemai Harapan untuk Masa Depan Gemilang

Bunda PAUD Sukamara Hadiri Perpisahan TK Perdana: Ajak Anak Terus Belajar dan Berani Bermimpi

Pemkab Sukamara Apresiasi Beasiswa CSR PT Sungai Rangit untuk Mahasiswa PSDKU Polnep: Wujud Nyata Sinergi Dunia Usaha dan Pendidikan

Wabup Lepas Kontingen Sukamara Ikuti Festival Budaya Isen Mulang

Pemkab Sukamara Bentuk Satgas Terpadu Tangani Premanisme Demi Jaga Iklim Investasi dan Ketertiban

Bupati Sukamara Pimpin Rapat Persiapan Sukamara Expo dan Gebyar UMKM 2025

Pemkab Sukamara dan Pengadilan Agama Sepakati Kerja Sama untuk Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian