TENTANGKALTENG.ID, JAKARTA – Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan keterlibatannya dalam tindak pidana korupsi. KPK menuduh pria yang akrab disapa Paman Birin tersebut menerima hadiah atau janji terkait sejumlah proyek infrastruktur di wilayahnya. Meski sudah berstatus tersangka, KPK memilih untuk tidak menahan Sahbirin Noor, sehingga hal ini justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan publik.
Mengapa Paman Birin Tak Ditahan?
Keputusan KPK untuk tidak menahan Sahbirin Noor diambil setelah mempertimbangkan beberapa faktor. Menurut Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, Gubernur Kalsel itu tidak ikut tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK baru-baru ini. “OTT ini sesuai proses jalannya uang. Pada saat itu uangnya belum terkirim kepada yang lain, baru sampai kepada AMD,” ungkap Asep di Gedung KPK, Jakarta, pada Selasa, 8 Oktober 2024.
Asep menegaskan bahwa Sahbirin Noor ditetapkan sebagai tersangka bukan karena tertangkap tangan, melainkan berdasarkan hasil pemeriksaan yang melibatkan saksi-saksi dan tersangka lainnya. “Status tersangka SHB ditetapkan dari hasil pemeriksaan, bukan OTT,” kata Asep menekankan, menyiratkan bahwa penyidik memiliki bukti kuat dari keterangan para saksi yang telah diperiksa.
Latar Belakang Kasus dan Indikasi Bukti yang Kuat
Penetapan status tersangka terhadap Sahbirin Noor terjadi setelah KPK melakukan rapat ekspos perkara pada tanggal 6 Oktober 2024. Dalam rapat tersebut, ditemukan bukti permulaan yang cukup mengenai dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh pejabat negara di Kalimantan Selatan. Dugaan ini berkaitan dengan proyek infrastruktur besar yang tengah berjalan di provinsi tersebut.
Kasus ini melibatkan sejumlah proyek penting, termasuk pembangunan lapangan sepak bola, kolam renang, dan gedung Samsat. KPK berhasil menyita uang senilai 1 miliar rupiah yang diduga merupakan bagian dari fee proyek sebesar 5% untuk Sahbirin Noor, yang diberikan oleh pihak terkait, yakni Sugeng Wahyudi dan Andi. Selain itu, KPK juga menemukan uang tambahan sebesar Rp12 miliar dan US$500 yang diduga sebagai komisi atau suap untuk Gubernur Sahbirin.
Nama-nama Lain yang Terjerat
Sahbirin Noor tidak sendirian dalam kasus ini. Sejumlah pejabat dan tokoh lainnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan (SOL); Kepala Bidang Cipta Karya Yulianti Erlynah (YUL); pengurus Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad (AMD); serta Pelaksana Tugas Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean (FEB).
Para tersangka diduga melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Mereka juga dijerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terkait persekongkolan untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Penyidikan Masih Berjalan, Publik Desak Paman Birin Ditahan
Meski Sahbirin Noor atau Paman Birin telah ditetapkan sebagai tersangka, banyak pihak yang mempertanyakan mengapa Gubernur Kalsel ini belum ditahan oleh KPK. Publik menilai, kasus ini sangat serius, mengingat jumlah uang yang dikorupsi tidaklah sedikit, dan terdapat sejumlah pejabat penting yang terlibat.
Kasus ini menjadi sorotan besar, tidak hanya di Kalimantan Selatan, tetapi juga secara nasional. Dugaan keterlibatan pejabat tinggi dalam kasus korupsi infrastruktur mencerminkan betapa mendesaknya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama di kalangan elit pemerintahan. Masyarakat kini menanti perkembangan lebih lanjut dari KPK dan berharap adanya tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat.
Tantangan Bagi KPK dan Supremasi Hukum di Indonesia
Kasus Sahbirin Noor juga menambah daftar panjang pejabat daerah yang terjerat kasus korupsi. Situasi ini kembali menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama ketika menghadapi tokoh-tokoh politik besar. KPK menghadapi tantangan untuk menunjukkan ketegasan dalam menangani kasus-kasus semacam ini agar tidak menimbulkan kesan tebang pilih.
Dalam konteks ini, transparansi dan keberanian lembaga antirasuah tersebut sangat diperlukan. Jika kasus Sahbirin Noor atau Paman Birin berhasil dituntaskan dengan baik, ini bisa menjadi sinyal kuat bagi para pejabat publik lainnya bahwa korupsi tidak akan ditoleransi, siapapun yang terlibat.
Masyarakat Kalimantan Selatan khususnya dan Indonesia secara umum, kini sedang menunggu kepastian hukum atas kasus yang menjerat Paman Birin beserta kroni-kroninya. Mereka berharap agar keadilan benar-benar ditegakkan dalam kasus ini dan juga kasus-kasus korupsi lainnya di Indonesia.
Reporter: Nurul Hidayah
Editor: Aris Kurnia Hikmawan