TENTANGKALTENG.ID, JAKARTA – TNI Angkatan Laut (TNI AL) kembali melanjutkan upaya pembongkaran pagar laut yang sempat menghebohkan jagat maya dan publik di Indonesia beberapa waktu lalu. Target pembongkaran pagar laut yang berada di pesisir Pantai Tanjung Pasir, Tangerang, Banten, kali ini ditingkatkan menjadi sepanjang 5 km, meningkat signifikan dari pencapaian sebelumnya yang hanya mencapai 2,5 km.
Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal) III Jakarta, Brigjen TNI Harry Indarto, menyatakan bahwa pembongkaran dilakukan secara serentak di dua titik lokasi. “Sepanjang 5 kilometer di sini ya (Tanjung Pasir). Pelaksanaan pembongkaran pagar hari ini di sini dan Kronjo,” ujar Harry saat ditemui di Pantai Tanjung Pasir, pada Rabu, 22 Januari 2025.
Harry menjelaskan bahwa sejumlah evaluasi telah dilakukan agar proses pembongkaran berjalan lebih efisien, termasuk optimalisasi penggunaan kapal. Sebelumnya, pada Sabtu, 18 Desember 2024, pembongkaran menggunakan dua unit tugboat menghadapi kendala akibat perairan yang dangkal.
Namun, seperti proyek besar lainnya, proses ini menghadapi sejumlah kendala yang perlu ditangani untuk memastikan kelancaran. Berikut 6 tantangan utama yang dihadapi dalam pelaksanaan pembongkaran pagar laut tersebut, yaitu:
1. Kedalaman Laut yang Tidak Mendukung
Sebagian besar lokasi pembongkaran berada di perairan dangkal, menyulitkan penggunaan kapal-kapal besar seperti tugboat. Hal ini memaksa TNI AL untuk menggunakan kendaraan alternatif, seperti tank amfibi, guna mempermudah pencabutan bilah pagar. Dasar laut yang berlumpur dan tidak stabil juga menjadi hambatan tambahan, yang mana hal itu memperlambat operasi di lapangan.
2. Cuaca yang Sulit Diprediksi
Perubahan cuaca yang tiba-tiba di wilayah pesisir menjadi tantangan besar bagi kelancaran operasi. Angin kencang dan gelombang tinggi sering kali memaksa penghentian sementara opersai tersebut demi menjamin keselamatan personel. Meski jadwal kerja direncanakan hingga sore, cuaca buruk kerap memotong waktu pelaksanaan para pekerja di lapangan.
3. Terbatasnya Dukungan Logistik dan Dana
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan bahwa pembongkaran ini dilakukan dengan anggaran yang terbatas, mengingat proyek tersebut tidak direncanakan dalam anggaran tahunan. Tantangan logistik, seperti transportasi alat berat dan kebutuhan konsumsi bagi ribuan personel, memerlukan efisiensi tinggi agar operasi tetap berjalan meski dengan sumber daya terbatas.
4. Keabsahan Sertifikat HGB dan SHM
Pagar laut sepanjang 30,16 km di kawasan Tangerang telah memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang mencakup sebanyak 263 bidang tanah. Situasi ini mempersulit pembongkaran karena adanya klaim legal dari pemilik tanah, termasuk perusahaan besar seperti PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa, serta beberapa individu tertentu.
5. Ketidaksesuaian Tata Ruang Wilayah
Sertifikat HGB dan SHM yang diklaim oleh pihak-pihak tertentu diterbitkan setelah pengesahan Perda Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Banten Tahun 2023-2043. Kepala Kantor Pertanahan Tangerang, Yayat Ahadiat Awaludin menyebut area ini masuk ke dalam zona permukiman, namun Dinas Kelautan dan Perikanan Banten menyatakan bahwa area tersebut merupakan zona perikanan tangkap, budidaya, dan wilayah kerja migas.
6. Kemungkinan Cacat Hukum pada Sertifikat
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa jika ditemukan cacat material, prosedural, atau hukum dalam penerbitan sertifikat HGB dan SHM dalam kasus pagar laut tersebut, maka sertifikat bisa saja dibatalkan tanpa harus melalui proses di pengadilan sesuai dengan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, asalkan usianya belum mencapai lima tahun. Evaluasi terhadap sertifikat ini juga membutuhkan waktu untuk memastikan keabsahan setiap bidang tanah yang dianggap bermasalah.
Reporter: Nurul Hidayah
Editor: Aris Kurnia Hikmawan