Radikalisme dalam Konteks Sosial dan Politik di Indonesia

Aris Kurnia Hikmawan

23 September 2024, 23:49 WIB

Bagikan

Ilustrasi (ist)

Radikalisme sering dipahami sebagai keinginan untuk melakukan perubahan sosial yang drastis. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah ini didefinisikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan dengan cara keras. Sartono Kartodirdjo menambahkan bahwa radikalisme merupakan gerakan sosial yang menolak tatanan yang ada, biasanya didorong oleh ketidakpuasan moral terhadap kelompok yang berkuasa (Kartodirjo, 1985:38).

Dalam kehidupan sehari-hari, radikalisme terlihat sebagai gerakan yang berusaha merombak tatanan sosial dan politik yang sudah mapan. Selain itu, radikalisme dapat berarti penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini membuat radikalisme menjadi perhatian penting, mengingat potensi tindakan kekerasan yang dapat muncul dari berbagai latar belakang.

Menurut survei yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2017, potensi radikalisme di masyarakat berada pada angka 58,0 pada skala 0 hingga 100, yang masuk dalam kategori potensi sedang. Angka ini mencerminkan tiga dimensi utama: Pemahaman Radikal (63,44), Sikap Radikal (60,25), dan Tindakan Radikal (48,98). Data ini menunjukkan perlunya upaya nyata untuk mencegah dan mengatasi radikalisme.

Menghadapi radikalisme di Indonesia memerlukan pendekatan yang menyeluruh, melibatkan berbagai elemen masyarakat, dan didasari oleh pemahaman mendalam tentang akar penyebab dan dinamika radikalisasi. Meskipun radikalisme sering diasosiasikan dengan kekerasan, penting untuk diingat bahwa istilah ini memiliki makna yang lebih luas. Dalam konteks filosofis, “radikal” dapat diartikan sebagai pencarian kebenaran yang mendalam, bukan sekadar tindakan agresif.

Sikap terhadap radikalisme dapat bersifat positif atau negatif. Dalam beberapa kasus, radikalisme bisa menjadi konstruktif, terutama jika diiringi dengan sikap toleransi. Namun, ada juga bentuk radikalisme yang bisa menjadi destruktif, ketika tindakan tersebut didorong oleh fanatisme dan kekerasan. Oleh karena itu, pemahaman tentang radikalisme harus menyeluruh, mengingat dampak dan konsekuensinya bagi masyarakat.

Dalam upaya untuk melakukan deradikalisasi dan merumuskan kebijakan anti-radikalisme serta terorisme, penting untuk memiliki definisi yang sesuai dengan kondisi dan realitas di Indonesia saat ini. Dengan memahami kompleksitas radikalisme, masyarakat dan pemerintah dapat merancang strategi yang lebih efektif untuk mengatasi masalah ini dengan cara yang berkelanjutan.

Penulis: Andika Zeno (Bogor, Jawa Barat)
Editor: Aris Kurnia Hikmawan

Aris Kurnia Hikmawan

Diperbarui 15 December 2024

Bagikan

Rekomendasi

Budy Hermanto Kawal Keluhan ASN Soal Pemotongan TPP

Semarak Malam Palangka Raya di Car Free Night Bersama Delta Band

Pemkab Sukamara Luncurkan Aplikasi SRIKANDI: Wujud Nyata Transformasi Digital Kearsipan

Desa Sungai Pasir Wakili Sukamara dalam Lomba Desa Tingkat Provinsi Kalteng 2025: Wujud Nyata Ketahanan Pangan dan Semangat Gawi Barinjam

Wakil Bupati Sukamara Pimpin Rakor GTRA: Dorong Sinergi Reforma Agraria untuk Keadilan dan Kesejahteraan

Yayasan Perdana Medika Cemerlang Lepas Siswa TK Perdana: Menyemai Harapan untuk Masa Depan Gemilang

Bunda PAUD Sukamara Hadiri Perpisahan TK Perdana: Ajak Anak Terus Belajar dan Berani Bermimpi

Pemkab Sukamara Apresiasi Beasiswa CSR PT Sungai Rangit untuk Mahasiswa PSDKU Polnep: Wujud Nyata Sinergi Dunia Usaha dan Pendidikan

Wabup Lepas Kontingen Sukamara Ikuti Festival Budaya Isen Mulang

Pemkab Sukamara Bentuk Satgas Terpadu Tangani Premanisme Demi Jaga Iklim Investasi dan Ketertiban

Bupati Sukamara Pimpin Rapat Persiapan Sukamara Expo dan Gebyar UMKM 2025

Pemkab Sukamara dan Pengadilan Agama Sepakati Kerja Sama untuk Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian